Lebih Dekat Dengan Semarang : Catatan Sejarah Kebudayaan Semarang Tempo Dulu.
Kota Semarang merupakan ibu kota
Propinsi Jawa Tengah yang terletak disebelah utara pulau Jawa, secara
geografis kota Semarang bersebelahan dengan Kabupaten Kendal di sebelah barat, Kabupaten Ungaran di sebelah selatan dan sebelah
timur terdapat Kabupaten Demak. Luas kota Semarang hanya
sekitar 373,67 km. Dihuni sekitar 1,3 juta jiwa yang beraneka ragam
budaya dan kekhasan masing-masing. Berkembang beberapa suku seperti
Jawa, Tionghua dan Arab, serta memiliki budaya yang menarik yang
merupakan perpaduan budaya-budaya yang dahulunya merupakan cikal-bakal
Semarang. Merujuk pada bangunan sejarah dan nama-nama tempat di kota
Semarang, maka kebudayaan yang pada saat lalu berkembang seperti Islam,
Tionghua, Eropa dan Jawa (pribumi). Keempat kebudayaan tersebut berbaur
yang berpengaruh penting pada perkembangan Semarang tempo dulu. Sisa
kebudayaan tersebut masih berdiri dengan kokoh diterpa budaya modern
yang berada disekitar Pasar Johar (Kali mberok).
Sejarah Semarang lama mencatat
bahwa terdapat tempat-tempat yang menjadi pusat peradaban budaya yang
saat ini masih eksis dan sebagian hanya tinggal kenangan (bangunan tua).
Tempat tersebut dibagi menjadi 4 (empat) yaitu : Kampung Kauman,
Kampung Pecinan, Kampung Belanda ( Little Netherland), dan
Kampung Melayu. Kampung Kauman pada tempo doeloe merupakan kawasan padat
penduduk keturunan jawa, sekarang keturunan Arab juga banyak. Kampung
Pecinan dihuni sebagian besar oleh keturunan Tionghua dan Kampung
Belanda merupakan daerah pemerintahan dan kota kecil yang sekarang
disebut dengan Semarang Kota Lama. Sementara Kampung Melayu lebih
banyak keturunan Arab, dan pada saat ini masyarakat Jawa lebih banyak
berada di daerah kampung melayu.
Tulisan terdahulu tentang Sejarah Kali Mberok, Kawasan Kota Lama dan Masjid-Masjid Lama di Kota Semarang mencatat bahwa
keempat kebudayaan tersebut menyatu dan saling berkaitan. Melihat bentuk
tata kota Semarang pada zaman sekarang maka sebenarnya masih nampak
sedikit berkumpulnya kebudayaan-kebudayaan yang berbeda di Semarang.
Sebagai titik sentral adalah jembatan kali mberok, maka kampung melayu
berada disebelah utara yang terdapat jalan Layur dan Masjid Menara.
Sementara Litte Netherland berada di sebelah timur yang sekarang menjadi
Kawasan Kota Lama dan berjajar gedung-gedung Pemerintah Belanda ke arah
barat hingga ke Bundaran Tugu Muda. Sementara di sebelah barat kali
mberok merupakan kawasan etnis jawa yang disebut dengan Kauman.
Masyarakat Tionghua lebih banyak berkumpul diselatan kali mberok yang
sekarang menjadi kawasan pecinan.
KAUMAN…
Kauman atau kampung Kauman secara
legendaris merupakan kaum yang dihuni oleh masyarakat Jawa yang lebih
cenderung religi beragama Islam. Ciri khas utamanya adalah banyaknya
Santri yang merupakan pusat Semarang tempo dulu. Bangunan yang masih
kokoh berdiri adalah Masjid Agung Semarang Kauman. Sebagai pusat
peradaban Islam, maka Kauman sangat berperan penting dalam perkembangan
Kota Semarang seperti saat ini. Penduduk yang padat menjadi poin
tersendiri bagi kebudayaan Jawa yang direpresentasikan dalam Kampung
Kauman. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Kauman? Dalam berbagai
literasi sejarah jawa, Kauman sering disemayamkan pada kota-kota lama
yang bernafaskan Islam. Tidak hanya di Semarang, di Surakarta,
Jogjakarta, Demak terdapat tempat yang bernama Kauman. Karena pada era
dulu, Kauman merupakan ciri khas kebudayaan Jawa yang lebih dekat
dengan agama Islam. Ciri khas utama Kauman adalah adanya Masjid Wali,
bundaran Alun-alun, pusat pemerintahan dan pasar tradisional. Walaupun
rumus tersebut tidak harus sama.
Keempat pilar utama tersebut yang
menjadikan pencirikhasan Kauman. Masjid sebagai tempat ibadah, Bundaran
Alun-alun sebegai saran sosial masyarakat dan pemerintah, Pasar
Tradisional sebagai pusat bisnis dan kebutuhan sehari-hari, dan pusat
pemerintahan merupakan komponen pengatur regulasi yang diterjemahkan
kedalam peraturan (fatwa). Nah, kembali ke Kawasan Kauman Semarang,
sejarah menulis bahwa kawasan Kauman Semarang muncul ketika kerajaan
Demak Bintoro (bintara) berdiri yang merupakan kerajaan Islam pertama di
Pulau Jawa. Nama Kauman sendiri berasal dari kata kaum sing aman
(kaum = qoum = tempat tinggal orang Islam). Jadi Kauman bisa
bermakna tempat tinggal masyarakat Islam yang aman.
Ketika kerajaa Demak Bintoro sudah
berdiri kokoh, maka untuk mempersatukan Demak dengan wilayah sekitarnya
perlunya birokrasi pemerintahan yang bisa mengaturnya, salah satu tokoh
yang memengang peran penting adalah Ki Ageng Pandan Arang I . Ki Ageng
Pandan Arang merupakan putra dari Panembahan Sabrang Lor (Sultan Kedua
dari Kesultanan Demak), pada awal babat alas diwilayah Semarang
sebenarnya wilayah yang dituju disekitar Pragota (sekarang bernama
Bergota). Namun kemudian zaman berkembang, maka Ki Ageng Pandan Arang
kemudian juga menyebarkan Islam dan wilayahnya hingga Pedamaran
(sekarang jalan Pedamaran yang berada di wilayah Semarang Tengah dan
masih ada Pasar Pedamaran – berkembang lagi menjadi pasar Yaik dan
Johar). Perkembangan tidak hanya sampai pusat ekonomi, namun juga pusat
religi dengan membangun Masjid yang berada disebelah barat kali mberok
yang sekarang bernama Masjid Agung Kauman Semarang.
Setelah Ki Ageng Pandan Arang I
wafat, maka posisi pemerintah diserahkan pada anaknya yang bermana
Pangeran Mangkubumi (atau disebut juga Ki Ageng Pandanaran II – Sunan
Bayat). Pada tahun 1695, kawasan kota lama Semarang dihuni oleh beragam
etnis yang bertujuan untuk melakukan perdagangan dan ekspansi wilayah.
Ekspansi wilayah dilakukan oleh orang-orang Eropa (Belanda) yang ikut
berkembang di Kawasan Kota Lama. Pada masa itu, pemerintah Hindia
Belanda membangun kawasan elit dan perkantoran yang berjajar dari
bundaran Bubakan hingga Bundaran Tugu Muda. Kemudian ada istilah yang
membagi wilayah menjadi dua yaitu gedongan bagi kawasan elit
Hindia Belanda dan Perkampungan bagi warga pribumi. Nah,
kawasan perkampungan ini sekarang dikenal sebagai kampung pecinan,
melayu dan kauman (Kalau bisa di katakan sebenarnya inilah kawasan kota
lama sesunguhnya).
PECINAN…
Pecinan merupakan sebutan bagi
masyarakat tionghua dan keturunannya yang hidup berkemlompok menjadi
satu wilayah. Pada awalnya orang Tionghua bertempat di Kota Lama,
sebenarnya mereka hidup dan bertempat tinggal di Little Netherland yang
berada di Kawasan Kota Lama. Namun pada tahun 1695 pemerintah Hindia
Belanda secara tidak langsung membatasi akses masyarakat Tionghua hingga
akhirnya berpindah di sekitar kawasan kampung Melayu. Namun karena
nilai ekonomis dan budaya, orang-orang tionghua lebih banyak berkembang
di sekitar selatan Kauman. Perkembangan masyarakat tionghua semakin
banyak dan kemudian mendirikan kawasan dan rumah-rumah sendiri yang
dibuat dengan atap genting dan pagar-pagar tinggi. Rumah-rumah
masyarakat tionghua pertama kali berada di sekitar Pecinan Lor dan
Wetan. Karena membutuhkan biaya tinggi dan berbagai syarat yang tidak
mudah dalam mendirikan rumah, maka ketika itu hanya orang-orang tionghua
yang kaya saja yang bisa membangun rumah.
Kondisi jalan yang tidak terlalu
lebar seperti sekarang, membuat masyarakat Tionghua menciptakan sebuah
moda transportasi dengan memakai tenaga kuda yang disebut dengan Be
Too. Masyarakat Tionghua lebih banyak melakukan aktivitas
perdangangan yang berasal dari Cina (Tiongkok) seperti perhiasan, sutra,
keramik dan lain sebagainya. Hingga sekarang, perdangangan tersebut
masih banyak bergerak di kawasan pecinan. Misalnya kawasan perhiasan dan
kain yang berada di Jalan Wahid Hasyim. Poin yang menjadi titik
kebangkitan orang Tionghua di Semarang adalah ketika Pemerintah Hindia
Belanda mulai mendekati orang-orang Tionghua yang sukses. Salah satunya
dengan mengangkat orang Tionghua menjadi pejabat di kantor-kantor
pemerintah Hindia Belanda. Kwee Kiau Loo adalah orang Tionghua pertama
yang menjadi pejabat Hindia Belanda.
Namun hal tersebut tidak
berlangsung lama, ketika Semarang secara de yure diserahkan
kepada Pemerintah Hindia Belanda yang dikuasai oleh VOC (Vereenigde
Oostindische Compagnie - Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) oleh
Susuhunan Mataram maka beradaan masyarakat Tionghua sedikit menjadi
bergoyah. Salah satunya dengan memberikan pajak tinggi terhadap barang
dagangan yang dikelola olah orang Tionghua seperti arak dan garam.
Walapun begitu, pajak yang dikenakan justru merupakan sumbangan tinggi
bagi keberadaan Semarang pada masa lalu. Dalam bidang perdagangan,
orang Tionghua di Semarang memiliki peranan yang besar karena adanya
pendapatan masuk ke kas pemerintah Hindia Belanda dari faktor pajak dan
cukai.
Pada masa itu, banyak orang Tionghua
yang menjadi kepala kapal (syahbandar) karena memang, perdagangan ekspor
dan impor dilakukan dengan jalur laut pelabuhan Semarang. Sehingga ada
istilah yang mengatakan ada banyak bandar di kawasan pecinan, sampai
sekarang penamaan bandar bisa di temukan di sekitar kawasan pecinan yang
bernama Jalan Subandaran. Selain berperan dalam pendapatan dari cukai
dan pajak, orang Tionghua juga berperan dalam mendirikan beberapa
pabrik-pabrik kecil yang bisa menjadi tempat mata pencaharian penduduk
lain.
KAMPUNG EROPA (LITTLE
NETHERLAND)
Kampung Eropa atau Little
Netherland merupakan sebutan untuk wilayah yang dihuni oleh
orang-orang Belanda. Kawasan yang lebih umum disebut dengan Kota Lama
Semarang ini mulai berkembang pada tahun 1741. Pada awal mula, kawasan
eropa ini hanya berupa gedung perkantoran, gudang, namun kemudian
berkembang menjadi pusat budaya dan perdagangan dengan banyaknya
bermunculan hotel, perumahan elit dan beberapa bangunan lain. Ciri
mendasar dari sebuah kampung Eropa adalah desian gedung dengan
arsitektur model art deco. Bangunan yang masih terawat seperti
Bangunan Lawang Sewu yang merupakan bekas perkantoran bagi perusahaan
Kereta Api Hindia Belanda atau NIS (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij). Orang
Belanda yang bermukim di Semarang tidaklah sebanyak orang Tinghua,
namun mereka menguasa segala akses pemerintahan dan perdanganan sehingga
lebih mudah melakukan pertukaran budaya.
Kawasan perumahan kaum elit dibuat
sedemikian rupa (kawasan gereja blenduk), membuat akses jalan darat
seperti jalan Deandels dan Jalur kereta api yang menghubungkan antara Semarang – Surakarta – Jogjakarta dan Ambarawa. Peranan penting yang bisa telihat adalah
adanya transportasi perkeretaapian yang bagus yang merupakan cikal-bakal
seluruh jalur kereta api di Indonesia. Karena memang, Trans Kereta Api
Semarang - Tanggung (Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah) yang dibuat
pada tahun 1867 merupakan jalur kereta api yang pertama di Indonesia.
Selain membangun sarana transportasi, orang Belanda juga membuat akses
semakin mudah dari kota ke kota di jawa tengah dimulai dari Semarang,
walaupun banyak masyarakat pribumi yang menjadi tidak nyaman karena
adanya tanam paksa dan rodi.
Dua (2) bangunan yang sekarang menjadi
icon Semarang merupakan peninggalan orang eropa dimasanya yaitu Lawang Sewu dan Gerejo Blenduk. Sementara Stasiun
dan Polder tawang merupakan sarana yang dibuat untuk mempermudah akses
perdagangan.
KAMPUNG MELAYU…
Kampung melayu Semarang merupakan
perkampungan yang dihuni oleh etnis keturunan Arab dan sebagian dari
orang Tionghua. Keberagaman ini kemudian yang menjadikan penaman dari
Melayu. Saat ini kampung melayu bisa di lihat di sekitar jalan Layur,
dimana dijalan tersebut berdiri masjid lama yang disebut dengan Masjid
Menara. Karena memang terdapat menara yang berfungsi sebagai tempat
adzan. Namun saat ini keberadaan orang-orang Arab dan Tionghua di jalan
layur dapat dikatakan hampir tidak ada. Hal utama yang menyebabkan
karena adanya aliran air sungai (rob) yang tidak lancar. Sehingga mudah
terjadi banjir rob, menjadikan jalanan menjadi kotor sehingga nampak
kumuh. Persoalan inilah yang hingga saat ini menjadi masalah utama
Pemerintah Kota Semarang yang belum ada titik terang kapan bisa
terselesaikan.
Sebagai gambaran sederhana dari kampung
melayu adalah keberagaman budaya yang nampak dari bangunan rumah.
Bangunan rumah yang disesuaikan dengan kekhasan etnis seperti ornamen
kaligrafi bagi masyarakat arab. Sisa bangunan yang bisa dilihat dari
kampung melayu di Semarang adalah Masjid Menara dan Klenteng yang saat
ini ada di kawasan Pecinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar